[FICLET] Never Ending Story

B5XPhlLCEAA3Fym

seungmi1214 presents

Never Ending Story

Starring: SNSD Yuri and Super Junior Donghae

Length: Ficlet

Genre: Random /slapped/


Tidak ada yang tahu akhir dari cerita ini…

*

Yuri memang sudah lama ingin memilik anjing baru dan gadis itu tidak menyangka hari ini dia akan mendapatkan yang selucu DooE. Ya, DooE. Baru dinamai beberapa detik lalu. Dari sekian banyak nama yang mondar-mandir di kepalanya, pilihan gadis berusia 27 tahun itu jatuh pada nama tersebut. DooE sendiri berarti dua, mengingat ia adalah anjing kedua setelah Hani—si pomeranian yang gembul, di keluarganya. Kedengaran manis, bukan? DooE, DooE, dengan huruf e besar di belakang. Entah mengapa Yuri suka sekali menyebut namanya sebagaimana gadis itu merasa senang saat DooE berlari-lari kecil menghampirinya yang berpijak di ruang tamu.

Anak anjing betina peranakkan silver puddle itu sekarang sedang bermain di pangkuan sang majikan. DooE tak henti-hentinya menggeliat saat Yuri menggelitik perut berambut hitamnya. Sesekali gadis itu membiarkan telunjuknya masuk ke dalam mulut si anjing, tapi ia justru terkikik karena gigi taring mungil itu meninggalkan sensasi geli di kulit. Yuri nampak begitu gemas, ingin menelan tubuh DooE yang hanya sebesar dua kepal tangan manusia andai dia tak lagi punya akal sehat, tapi tentu saja dia tidak akan berbuat demikian.

“Sini, sini. Giliran aku yang bermain dengannya.” Kakak lelaki Yuri—Hyuk Jun, sering muncul sambil protes saat melihat betapa tenggelamnya sang adik dalam dunianya bersama DooE sampai lupa waktu. Hyuk Jun yang kesal hanya Yuri balas dengan juluran lidah. Gadis itu tidak sadar bahwa kakaknya berkata begitu agar ia ingat bahwa ia juga punya Hani yang butuh diajak bermain. Karena semenjak DooE datang, Hani tak lagi begitu diperhatikan. Tapi Hyuk Jun juga tak bisa berbuat apa-apa, sehingga dirinya yang harus turun tangan meladeni Hani untuk beberapa hari ke depan.

Ya, Yuri memang kepalang senang dengan anjing barunya. Terlalu sibuk bermain sampai ia nyaris lupa bahwa ia memiliki peliharaan lain, Hani. Yuri tahu dia sudah kelewatan. Saat hendak memberi makan malam untuk anjing-anjingnya, saat itu untuk pertama kalinya Yuri melihat Hani tidak mau mendekati tempat makanannya. Anjing itu ditemukan bersembunyi di balik tirai kamar, meringkuk dengan tampang memelas seolah mewakilkan kekecewaannya pada sikap sang majikan. Yuri seperti mendapat tamparan kencang melihat Hani yang seperti itu, tapi keesokkan harinya dia kembali mengabaikan Hani tanpa rasa bersalah sedikit pun (dan terus berlanjut selama kurang-lebih 2 MINGGU!).

Jadi, malam itu saat Yuri baru kembali dari kantor agensi, keadaan rumahnya jauh dari kata hingar. Yuri tidak menjumpai kehadiran si kakak yang biasanya benar-benar berisik saat dia menonton acara televisi favorit dengan volume menggila, tapi saat itu televisi super besar di ruang tengah tidak menyala, dan itu cukup bisa membuat Yuri terjun bertanya-tanya.

Baru saja hendak mencari tahu sumber kesunyian, sosok yang diam-diam digerutui sang adik itu muncul dari balik dapur dengan langkah menggebrak saat memijak porselin, tidak biasa. Kepanikan yang terpancar jelas itu menjadikan lipatan di dahi Yuri berganda, terlebih saat kakak lelakinya membelalak ketakutan seperti baru saja melihat penampakan.

“Hei, ada apa?”

Hyuk Jun tidak langsung menjawab, melainkan memegang kedua bahu adiknya yang masih dibalut coat tosca tebal. Napasnya terengah-engah, dan saat ia mulai berkata dengan gincu pucatnya, “Hani menghilang.”

Yuri tidak tahu sudah seberapa cepat dia berlari keluar dari apartemennya tanpa memedulikan alas kaki apa yang ia kenakan.

“Hani! Hani!” teriak Yuri sepanjang pencarian.

Suara gadis itu bercampur dengan udara malam yang dingin, menggema begitu saja akibat lengangnya suasana. Sekarang pukul 11 malam, dan keheningan ini membuatnya nampak seperti titik kecil di dalam lingkaran yang berlari-lari seorang diri sambil mencari seekor anjing. Daerah di sekitar apartemen Yuri luas sekali, Hani bisa berada di mana saja, dia bukan makhluk yang bisa menentukan tempat ke mana dia ingin pergi, dan Yuri yakin bahwa tempat yang akan dituju hewan itu tidak mudah untuk ditemukan.

“Hani! Kau di mana?!” Bodoh adalah saat Yuri terus memanggil anjingnya meski dia tahu Hani tidak akan pernah menyahut. Kakinya telah membawa ia berlari cukup jauh dari kediaman, entah sekarang Yuri ada di mana yang pasti sekarang dia sendirian.

Gadis itu meremas rambut frustasi, ingin menangis tapi udara dingin seolah membekukan air mata. Yuri tidak tahu harus berbuat apa, dia benar-benar cemas, dia menyayangi Hani, dia tidak ingin kehilangan anjingnya meski pun Hani bersikap demikian karena ulahnya sendiri; yang mengacuhkan dia hanya karena kehadiran seekor anjing baru di antara mereka, bermain dengan mamalia itu dalam tiap kesempatan seolah tak ada hari esok, dan seharusnya Yuri sadar bahwa seekor hewan pun tetap memiliki perasaan.

Karena bagi Yuri, Hani lebih dari sekadar hewan peliharaan yang telah menemani hari-harinya selama dia tak lagi bersama…  pemuda itu.

Meski malam ini sebagian sisi rembulan diselimuti awan, bias sinarnya tetap membantu kinerja lensa mata Yuri sehingga gadis itu seperti melihat Hani yang sedang berlari-lari di sekitar taman tak jauh dari tempatnya sekarang berpijak. Perasaan ragu bercampur lega menyeruak begitu saja, yang lekas membawanya untuk mendekat ke sosok hewan berrambut putih itu sebelum pandangannya berakhir memupuskan kenyataan.

“Hani!” teriaknya.

Dan Yuri tidak salah. Itu memang dia, anjing Pomeraniannya yang lucu. Hani sedang berputar-putar mengitari kaki seseorang dengan bahagia. Oh, siapa pun pria itu, Yuri sungguh berterima kasih karena secara tak langsung dia telah menahan Hani agar tidak hilang lebih jauh lagi.

“Hani! Astaga, akhirnya kumenemukanmu.” Suara Yuri berubah lega. Gadis itu sudah berjongkok di hadapan si anjing yang dicari, tapi saat ia hendak menangkupnya ke dalam pelukan, Hani langung menjauh dan bersembunyi di balik kaki berbalut celana bahan hitam milik pria itu.

A-apa?

“Sepertinya dia jadi takut padamu, Yuri.” katanya.

Seketika ludah Yuri menyodok tenggorokkan. Keterkejutan langsung merambat ketika pria asing itu menyebut namanya. Siapa dia?

Menyadari rasa penasaran lawan bicara yang kepalang tinggi, pria itu menurunkan masker hitam yang sejak awal mengedokki paras aslinya, kemudian berkata, “Ini aku.”

“Donghae oppa?”

Ya, senyum khas yang pria itu tunjukkan setelah mendengar namanya disebut sudah mensahkan bahwa itu memang dia, Lee Donghae.

Yuri tidak tahu harus bereaksi apa. Di sisi lain ia merasa canggung sementara di sisi lain seharusnya ia tidak merasa seperti itu. Lagi pula, pertemuan mendadak yang terkesan pribadi ini benar-benar mengusik mentalnya. “Oppa, apa yang kau lakukan di sini?” Yuri mulai bertanya, sekaligus membuka percakapan pertama di antara mereka berdua.

“Berjalan-jalan.” jawab Donghae sambil mengangkat kedua bahunya dengan enteng.

Tanpa sadar gadis itu meringis. Berjalan-jalan di dekat apartemenku? Tengah malam? Yang benar saja. “Ya, setidaknya kau memakai maskermu, oppa. Jadi tidak ada yang mengenali bintang hallyu sepertimu.” Yuri terkikik sendiri. Ugh, suasananya benar-benar tidak mengenakkan. Ia hanya bisa memainkan bola mata di sela-sela jeda percakapan mereka. Kemudian melirik Hani yang masih bersembunyi di balik kaki Donghae tanpa rasa bersalah sedikit pun. Dasar anak itu.

Nope, Hani bisa mengenaliku,” celetuk Donghae, membuat Yuri lantas mendongak dan menghadapnya. “Anak yang malang. Sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian? Yang membuat Hani keluyuran, yang membuatmu… berlari di tengah malam?”

Pertanyaan itu diutarakan dengan santai, tapi keterkejutan yang Yuri terima benar-benar dahsyat sebagaimana dentuman di jantungnya kedengaran kencang. Tidak ada yang salah dari kalimat pria itu, tapi… ada sesuatu yang menyenggol sebagian diri Yuri saat ia melihat Donghae mulai menggendong Hani dengan penuh sayang. Seperti terlempar ke suatu masa di mana ia pernah melihat tindak-tanduk yang sama. Dan ia mulai menggumam; Sial-ternyata-Hani-masih-terikat-dengannya.

“Ada… sedikit masalah,” Yuri mulai bersuara, kini lebih memilih tuk menatap alas kakinya yang ia sadari tidak sepasang; ia mengenakan sandal rumah milik Hyuk Jun di sebelah Kiri dan sandal rumah merah jambu bergambar Kelincinya di sisi Kanan. “Aku memiliki anjing baru di rumah. Kehadirannya membuatku begitu senang dan aku jadi lebih sering bermain dengannya dari pada dengan Hani. Ya, maksudku… aku tidak benar-benar mengabaikannya, sih. Mereka berdua adalah anjingku. Aku tetap berusaha membagi kasih sayang untuk mereka. Tapi Hani menerima tanggapan yang salah. Dia menjauh. Dan, bagaimana bisa dia kabur dari rumah sementara apartemenku berada di lantai 7? Aku benar-benar tidak mengerti.”

Donghae hanya diam selagi ia mendengar semua hal yang Yuri ceritakan.

“Aku berlari mencarinya karena aku… tidak ingin kehilangannya. Meski aku memiliki anjing baru, Hani tetap satu-satunya bagiku.”

Yuri sudah selesai. Tapi yang diajak bicara tidak mengeluarkan reaksi apa pun. Lantas diangkatnya kepala yang sejak tadi menunduk. Gadis itu melihat Donghae kini mulai mendekat ke arahnya dan dengan perlahan memindahkan Hani yang masih merengut kembali ke dekapan sang majikan.

“Sepertinya aku dan Hani memiliki nasib yang sama.” gumam Donghae sambil tersenyum.

Gumaman itu tetap kedengaran jelas di telinga Yuri. Kelopak gadis itu pun membola, berusaha mencerna kembali untaian aksara yang barusan Donghae telurkan tanpa ingat meraup napas.

“Aku tidak tahu pastinya, tapi aku ingin kau tidak bersikap seperti itu lagi. Hani adalah anjing yang telah menemanimu selama 2 tahun. Dia lebih memahami dirimu, perasaannya lebih terikat dalam padamu, dan… pasti sakit saat melihat majikan yang disayanginya mulai beralih pada anjing lain,” Donghae memasukkan kedua tangannya ke dalam ceruk saku. Pria itu menatap langit malam tanpa taburan bintang, membiarkan iris matanya berbinar selagi pikirannya melalang buana. Berbeda dengan reaksi Yuri yang hanya bungkam. “Tolong jaga Hani dengan baik, jangan sampai ia berkeliaran lagi. Biarkan ia menyesuaikan diri dengan kehadiran anjing barumu. Meski begitu, tetap prioritaskan mereka berdua. Dan sesekali ajaklah mereka untuk berjalan-jalan di taman seperti dulu kita sering melakukannya bersama.”

Yuri terkejut, pula Donghae. Kata ‘kita’ kedengaran sensitif sekali bagi keduanya. Dilihat dari gelagat, sepertinya pria itu tidak sengaja menyinggung sesuatu yang menyangkut masa lalu mereka berdua.

“Ah, aku bicara apa. Sudah, cepat kembali ke rumah. Sudah hampir tengah malam.”

Tunggu! Kenapa terburu-buru?

Ini salah. Semua salah. Seharusnya Yuri tidak merasa sedih saat pria itu memintanya untuk pulang. Seharusnya ia buru-buru balas menundukkan kepala dan berterima kasih karena ia telah menemukan anjingnya. Tapi Yuri justru menemukan sebagian dirinya meronta tak ingin suara itu lenyap dari pendengaran, ingin tetap menerima semua kehangatan yang pria itu pancarkan hanya dengan berada di dekatnya. Padahal mereka bisa saja bertemu di kantor atau pada kesempatan lainnya karena ya, istilahnya (sekarang) mereka adalah adik-kakak, tapi perasaan seperti itu sewajarnya tidak akan muncul pada seseorang yang hanya berkoalisi sebagai saudara, bukan? Lagi pula, Yuri sudah memiliki orang lain yang lebih berhak menerima semua perasaan itu, dan dia bukan Donghae.

Jadi, kesalahan adalah saat Yuri telah melanggar janjinya untuk tidak terlempar ke masa lalu bersama… pria itu.

“A-ah, iya. Terima kasih untuk semuanya, oppa.” Tak bisa dipungkiri bahwa semesta canggung di antara mereka berhasil membuat Yuri terbata-bata.

Donghae tersenyum sambil membenarkan letak topi hitam yang menutupi surai cokelatnya. Ia mengelus puncak kepala Hani yang terus menggonggong kecil seolah tak ingin berpisah dari pria itu.

Setelah menundukkan kepala dengan singkat, Yuri mulai beranjak beserta Hani di dekapannya. Pergerakkan solnya seirama dengan otaknya yang terus memikirkan banyak hal. Yuri masih tak menyangka bahwa malam ini dia akan bertemu dengan seorang Lee Donghae. Seperti takdir tak pernah bosan mempermainkan mereka berdua dan menjerumuskan mereka ke dalam lubang bernamakan dahulu kala. Tetapi waktu telah membelokkan semua, menghadirkan mereka pada sebuah kepastian di mana satu-satunya jalan yang akan mereka lalui adalah hari esok, bukan sekarang, atau masa lalu.

“Yuri.”

Langkah itu baru sejauh 2 meter. Yuri tercekat saat seseorang menghentikan langkahnya dengan sebuah genggaman di lengan. Panggilan itu adalah milik orang yang sama. Suaranya seperti teriris, dan itu membuat Yuri serta-merta ikut merasakan sakit yang teramat di lubuk hatinya meski raganya tak mau menerima.

“Yuri, seperti yang kaukatakan sebelumnya. Meski kau memiliki orang itu, apa… aku tetap satu-satunya bagimu?”

Sumpah. Yuri tidak ingin mendengar suara itu. Dia tidak ingin kembali terjerumus ke dalam lubang sementara dia telah bersiap melalui jalan yang akan menuntunya ke masa depan. Dia berusaha tak peduli. Dia ingin segera pergi dari sana. Tapi waktu seolah berhenti di pukul 23 lewat 49 menit dan Hani yang terus menggeliat di dekapannya seolah membuat kakinya mati rasa.

“Yuri, jawab aku,” Pria itu terus berbicara, tak menyadari bahwa gadis di hadapannya itu tengah menggigit bibir kencang-kencang. “Apa kau… akan kembali padaku?”

Dan saat itu keduanya benar-benar telah jatuh ke lubang yang sama.

“Aku…”

.

.

.

.

*

Tidak ada yang tahu akhir dari cerita ini…

fin.

A:N/

Tampar aku, tampar! Haha.

Oke, aku gak main-main loh sama kalimat Tidak ada yang tahu akhir dari cerita ini… karena ya, yang nulis juga nggak tau akhirnya mau kayak gimana. Dari awal emang udah gak ada niatan ngasih ending yang jelas. Otak ini butek kayak rawa-rawa, dan… DooE, maafkan aku karena kesannya kamu jadi sumber masalah di sini haha. Sumpah, nggak tau mau nulis apa. Aku cuma kangen YulHae, cuma pengen nambah tulisan di blog malang ini. Semenjak berita dating mba Yuri keluar, dunia ini kayak melempem(?), kkaebsong, stok khayalan habis, dan berakhirlah pada cerita yang… nggak tau ya, aku kalo baca ini tiba-tiba sedih. Mungkin gak ya YulHae kayak gini beneran? Yehet! #delulumodeon. (Oh iya, aku gatau mau pake poster apa jadinya pake foto Hani deh.)

Nah, jadi… terima kasih buat kalian yang masih mendukung YulHae dan masih mau baca cerita mereka. Aku cuma mau ngucapin selamat berpuasa. Dan karena sekarang aku sudah kelas 12, aku…. mau meratapi nasib dulu, huhuhu. Bye bye~

14 thoughts on “[FICLET] Never Ending Story

  1. yulhae emang belom punya cerita akhir yg bahagia. tapi mereka punya kenangan masa lalu yg bahagia. walau skrg sudah punya cerita cinta masing2.. tapi mereka tetap punya hubungan spesial :’)
    tenang chingu, berita dating nya yuri itu fake kok.. pacar yuri yg sebenar nya bukan si osh..

  2. huwaaa, itu juga yang kugambarin di cerita ini; masa lalu mereka yang indah pada dasarnya gabisa buat mereka move on sama sekali T_____T
    Iya, aku tahu kok. Mata kita gabisa dibohongin kalo hubungan yuri-osh itu fake. Secara…. ah, sudahlah. Terlalu banyak unek2, heehehe. Makasih ya udah baca dan komen di ffku, aku seneng kamu jadi komentator pertama kkkkk ^^ #hidupyulhae

  3. Huhahhh ikut syedih.. yulhae entah itu bersama atau tidak, kalian harus bahagia.. hanii ulala kamu cemburu toh? Jangan khawatir, yul masih anggep kamu yg paling the best kok, lagian si yuri sih.. seharusnya jangan salah satu yg diajak main tapi duadunya, emang sih DooE itu lucu banget.. jada hani cmburu deh. . Ditunggu ff yulhae yg lain ya^^

  4. aww so sad . knp gini endingnya? gantung 😦
    iya sih crta mrka blm brkhr krn masih samar2 ttg masa dpnnya gmn ..
    tp stdknya mrka masih pnya kenangan indah brsma .. keren saeng 😀

  5. Annyeong aku readers baru ,salam kenal 🙂
    Huuuaa~
    endingnya kok ngambang chingu ,sequel dong please~please 🙂

    Yul eonni date ama th osh fuck please ,sm aja bilangnya mreka mash tahap pngenalan >,<
    Yaah setidaknya yulhae ,<

    di tunggu karya~karya yg lain.nya chingu 🙂

Tinggalkan komentar