My First Day

 

my-first-day-2

Poster By: Carlisle Han – Cafe Poster. Thank You ^^

* * *

“Oke, nona Kwon. Bangkumu di belakang sana, semoga kenyamanan yang akan kau peroleh nantinya bisa menjadikan kerja sama yang cukup baik di antara kita.”

Sengaja menghela napasnya dengan durasi lama, gadis bernama lengkap Kwon Yuri itu mulai melangkah canggung setelah Pak Kim mempersilahkan ia untuk bergabung di dalam pelajaran.

Perkenalan singkat beberapa menit yang lalu mengenai status Yuri sebagai murid pindahan agaknya berjalan dengan lancar. Kendati jantung gadis itu masih berdegup tak karuan seolah menabuh genderang, ia berharap atmosfer asing yang membelenggu di ruang kelas ini nantinya bisa dia lalui dengan tak kalah lancar,

“Halo, Yuri?”

Baru satu detik setelah melemaskan otot-otonya yang menegang di atas kursi ketika seseorang menyapa kehadirannya dengan ramah, Yuri terhenyak. Tangan gadis itu bahkan masih menggantung di kedua tali ransel yang belum sempat ia lepas sementara kedua matanya sudah keburu membelalak.

Dan seolah tak menyadari keterkejutan di raut teman barunya, pemilik suara yang duduk di depan bangku Yuri itu kembali buka mulut. “Kau anak baru pindahan dari mana? Kenapa kau pindah? Lalu kenapa pindah ke mari?” sekonyong-konyong dia menyerbukan pertanyaan.

Kontras―tanpa ada ancang-ancang untuk menjawab itu semua, justru yang ada di pikiran Yuri saat pertama kali menjumpai si-ramah tersebut adalah; hei, dia cantik! Matanya lebar dengan kornea yang bening selayaknya anak Rusa, bibir merah jambu, juga garis wajah terbentuk indah yang sedikit membuatnya meringis dengki, sial!

Meski hantamannya bak meneguk setimba air jeruk yang super asam, Yuri tak tahan untuk mengulas senyum manis lantaran terlalu menyukai wajah ‘ayu’ yang tersaji di hadapannya, sederhana, sebut saja terpesona.

“Hei, kau mendengarku tidak?”

“A-ah! Iya.” disadarkan dari lamunan, kini Yuri mendapati si-ramah berambut ‘blonde’ sedang terkekeh kegelian karena dirinya.

“Ahaha. Namaku Xi Luhan. Senang berkenalan denganmu.”

Nah. Satu hal yang Yuri baru sadar dan ketahui bahwa sesungguhnya Luhan; pemilik paras cantik dan semua keramahan tersebut adalah seorang lelaki, yang―bodohnya―bahkan sempat membuat Yuri merasa rendah diri atas kecantikan punya lelaki tulen itu.

Yuri ― Luhan

He’s Beautiful

* * *

Jam pelajaran kedua dari hari pertama Yuri menjalani kewajibannya sebagai murid baru di sekolah menengah atas. Pak Kim baru saja menyelesaikan tugasnya mengajar, kini berganti sosok guru asing yang muncul di ambang pintu kelas, Mrs. Seo.

Ketika guru yang sedikit membosankan itu berceloteh di depan kelas sementara Yuri sibuk mencoret-coret buku tulisnya malas, tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Kini disadarinya bukan suara Luhan, melainkan suara yang berbeda; lebih berat dan cenderung jauh dari kata ‘ramah’.

Menengokkan kepala ke arah Kanan, Yuri melipat kening ke sumber suara yang ia temui—tepat mengarah pada seorang lelaki yang duduk di sebelah bangkunya. Lelaki itu refleks menegakkan tubuh kala mendapati respon kebingungan dari Yuri kemudian bergegas menunjuk suatu benda di atas lantai.

“Kau menjatuhkan penamu.” kata lelaki itu tanpa melirik Yuri yang tadinya hendak menegur.

“Oh,” diambilnya pena tersebut sambil Yuri berkata, “Terimakasih banyak. Namaku Yuri. Siapa namamu?”

Tapi satu buah alis yang terangkat menjadi penyambut dari lontaran pertanyaan tersebut. Yuri ikut memicing heran ke arah lelaki yang sedang berbicara dengannya. Bukan senyum penuh kehangatan atau pula sambutan yang tak kalah antusias saat Yuri menjulurkan telapak tangannya minta berjabat, lelaki itu justru memainkan ekspresi wajah dan alisnya seperti orang… tolol?

Ah, this is not my style,” ceplos lelaki itu seraya menggelengkan kepala.

Yuri masih pada medan yang serupa; dengan senyum tertohok menghias dan telapak tangan menganggur di udara. Ia mulai kembang-kempis; alih-alih lelaki beralis tebal itu balas menelurkan namanya, tetapi apa daya dia justru membuat Yuri kian menyajikan ringisan tegang kala di tiap mulut lelaki itu bergerak hendak berkata-kata.

Dan setelah sempat berdehem tak jelas, mengerling genit, kemudian kontan menodong hidung Yuri dengan jari telunjuknya, menit-menit yang telah berjalan payah itu berakhir saat lelaki tersebut berkata,

“Perkenalan ini tidak bisa diawali hanya dengan jabat tangan, nona. Cukup ambil selembar kertas, gunakkan pena itu tuk menulis nomer teleponmu di sana, lalu serahkan ke padaku.”

Yuri ― Kris

Call Me Maybe?

* * *

Bel tanda istirahat berbunyi nyaring. Murid-murid seantero sekolah bersorak kegirangan, menutup buku, dan entah mengapa juga menggebrak meja seiring langkah kakinya yang beringsut begitu saja keluar dari dalam kelas.

Kantin sekolah menjadi tujuan utama. Hanya dalam hitungan menit saja, kini lokasi itu bersahabat dengan keramaian. Para siswa dan siswi sibuk mengantri untuk mendapatkan makan siang mereka dengan nampan yang telah dipeluk erat-erat.

“Selalu seramai ini, ya?” Yuri terlihat menggeleng keheranan sementara di tangannya sudah terdapat nampan berisi aneka makanan.

Gadis itu menyatukan pantatnya asal di salah satu bangku kantin yang mujurnya dalam keadaan tak berpenghuni―bersama Luhan juga tentunya; lega mengetahui bahwa kini mereka benar-benar akrab.

“Tentu saja. Muridnya berjubelan, tapi kantin tetap hanya ada satu, ‘kan?”

Luhan mengedik, Yuri tersenyum. Dianggukkan kepalanya tanda menyetujui kalimat lelaki itu barusan, kemudian Yuri hendak memulai makan siangnya yang nampak nikmat.

Namun, tanpa sengaja mengedarkan pandangan dan terpaku pada seorang lelaki yang duduk berjarak dua bangku dari tempatnya sekarang. Yuri memperhatikan lelaki itu dengan seksama; bukan tertarik atau bahkan terpesona, melainkan laku dan gelintir demi gelintir kata yang diucapkan lelaki itu pada temannya.

“Aku alergi susu kotak, aku lebih suka yogurt,” kata lelaki itu.

Meski berjarak beberapa meter, tapi Yuri masih bisa mendengar suaranya dengan cukup lantang.

“Bulgogi dan sup jagung sangat membosankan,” katanya lagi.

Yuri makin melukis senyum miring.

“Ah! Bahkan masih banyak pestisida menempel di Apel ini,”

Kontan, Yuri mengeluarkan daging Apel yang baru saja digigitnya kala kalimat itu melintasi selongsong pendengaran. Ya! Sial. Mau tak mau, ia pun memicing tajam; sebenarnya apa yang sedang lelaki kurang pekerjaan itu lakukan sambil tak bisa berhenti mencacat segala sesuatunya, huh?

Tapi herannya, di saat para murid sibuk menikmati menu-menu yang baru saja dikomentarinya, lelaki itu justru mengeluarkan ponsel dari saku celana, menekan beberapa angka dengan cepat, lalu memekik hebat, “Tolong antarkan bekalku beserta pelayannya ke sekolah, sekarang!”

Sukses dibuat melongo payah, Yuri mendadak kehilangan nafsu makan kala menyaksikan apa yang baru saja terjadi di hadapannya. Berujung membuat Luhan yang asyik makan mendongak, menatap gadis itu sedang tergelak tanpa melakukan apa-apa.

“Kenapa kau tidak makan?” Luhan bertanya dengan mulut yang penuh oleh nasi bercampur lauk pauknya.

Yuri hanya menggeleng tuk merespon pertanyaan itu. Seolah mengerti apa yang terjadi pada temannya, Luhan menoleh singkat ke belakang, dan tanpa sempat menelan makanannya, ia kembali menjelaskan, “Oh, dia Suho. Tunggu saja, sebentar lagi dia pasti akan membangun kantin sendiri.”

Yuri ― Suho

Rich Kid

* * *

Pelajaran olahraga.

Yuri paling suka pelajaran tersebut. Meski panasnya terik matahari sedang memayungi tiap gerak-gerik insannya, gadis itu tetap bersemangat mengikuti pelajaran olahraga pertama di sekolahnya yang baru.

“Aaaa, panas sekali. Aku tidak mau olahraga. Nanti kulitku terbakar.”

“Baju olahraga kita juga terbuka.”

“Kau benar.”

Ketika sedang sibuk melakukan pemanasan, Yuri kerap dihujani keluhan-keluhan tersebut dari teman-teman gadisnya: mengeluh tentang panas matahari yang terlalu menyengat, potensi kulit gelap, atau mungkin semacamnya.

Pun, awalnya Yuri ikut memberengut kala mendengar itu semua, namun dia hanya menggelengkan kepala sebagai upaya mengacuhkan sifat-sifat manja tersebut dari pikiran.

Memiliki kulit yang gelap, memangnya kesalahan?

Dari bawah gedung sekolah, Yuri memandangi para siswa yang bermain sepak bola dengan begitu riang. Ingin rasanya berlari menyusul ke sana, ikut bergabung dengan kawan-kawan barunya, dan mengadu kemampuan dalam berolahraga. Yuri benar-benar tak sabar andai saja guru olahraganya yang galak itu tidak lebih dulu datang dan menghalangi keinginannya.

“Keluarkan seluruh elastisitas pada tubuh kalian!” teriak guru olahraga Yuri sambil merenggangkan badannya saat melakukan pemanasan.

Yuri melengos. Justru betah menonton para siswa bermain sepak bola di tengah lapangan ketimbang mendengarkan gurunya berkoar-koar, tawa kegirangan gadis itu mencuat kala melihat tingkah pola teman-temannya waktu beradu tendang.

Meski satu per satu dari para siswa mulai meninggalkan lapangan lantaran kepanasan, namun selama Yuri perhatikan, hanya ada satu orang siswa yang masih bermain di sana kendati kini ia telah ditinggalkan seorang diri oleh teman-temannya.

Dan Yuri seperti disadarkan oleh satu hal kala memfokuskan pandangan pada lelaki itu.

“Yuri, kenapa kau meringkuk di situ?” tanya Luhan suatu kali waktu menemukan Yuri duduk berjongkok di bawah pohon Momiji yang tumbuh di sekitar lapangan, berteduh bersama teman-teman gadisnya yang lain.

Tentu saja Luhan nampak heran karena sebelumnya Yuri berkata bahwa dia ingin bermain sepak bola, tapi kini ia justru menghindar dari sinar matahari, seumpama sinar itu adalah virus yang berbahaya bagi dirinya.

“Aku tidak jadi bermain bola, ah!”

“Loh, memangnya kenapa?” Luhan tak bisa untuk tak bertambah bingung.

“Setelah kupikir-pikir, ada baiknya aku menghindar dari panas agar tak menjadi hitam seperti dia.” jawab Yuri lugu seraya terang-terangan mengangkat jari telunjuknya, menunjuk tepat ke arah seorang lelaki yang nampak baru saja bermain bola dengan keringat mengucur deras.

Kontan, Luhan mengikuti arah yang ditunjuk temannya, dan dalam hati ia menggumam: maksudmu Kai? Astaga! Dia memang sudah seperti itu sejak lahir, Yuri.

Yuri ― Kai

Men In ‘Black’

* * *

Setelah pelajaran olahraga, Yuri benar-benar tak menduga bahwa hari pertamanya sebagai murid baru di sekolah ini, dan dia sudah disuguhi oleh yang namanya ulangan Fisika?

Nyaris saja Yuri mengerang histeris di dalam kelas, namun beruntungnya gadis itu masih cukup mampu mengerjakan soal-soal ulangan kendati sesekali ia nampak menggebrak meja lantaran kesal. Perlu diketahui: ia memang benci Fisika.

PLUKK!

Tiba-tiba sebuah kertas jatuh di atas bangkunya. Yuri mendelik, sedikit menolehkan kepala ke Kanan dan ke Kiri untuk mencari Si Dalang pemilik kertas itu. Tapi nihil. Semua murid nampak sibuk mengerjakan soal mereka masing-masing. Akhirnya Yuri putuskan tuk membuka kertas lecek tersebut di tengah-tengah kegiatannya menjernihkan otak.

Nomer 1 sampai 10?

Lagi-lagi memelototkan mata, Yuri secara refleks menilik ke lembaran soal yang memang hanya berjumlah 10 pertanyaan. Siapa yang memberikan kertas ini padaku, hah? Mencotek semua pula? Sial! Geram Yuri dalam hati.

Tak sampai 5 detik ia naik pitam, sebuah kertas yang serupa kembali mendarat di atas bangkunya. Yuri langsung menolehkan kepala. Nah, ternyata kertas tersebut berasal dari bocah kerempeng yang duduk di sebelah Si Genit―Kris―itu.

Yuri menyaksikan bagaimana bocah di seberang sana menggaruk-garuk kepalanya frustasi, menelungkupkan kepalanya kegerahan, sambil bersandar di kursi seolah tak berdaya. Benar-benar butuh contekkan rupanya?

Namun di saat yang bersamaan, bocah itu tiba-tiba menoleh ke arah Yuri. Mereka bertemu pandang yang mana membuat keduanya nyaris menjerit saking terkejutnya.

“Aish!”

Kemudian tanpa rasa bersalah sedikitpun, bocah itu mengibas-ngibaskan tangannya kesal ke arah Yuri. Sementara gadis itu makin tak mengerti oleh tindak tanduknya, Yuri mencoba menahan kekesalan di kepala lantaran ternyata bocah itu ingin berbicara pada seseorang yang duduk di sebelah kirinya, Do Kyungsoo.

“Minggir. Aku ingin bicara dengan anak itu!” bisiknya nyaris tak terdengar.

Yuri merengut kala menyaksikan mulut bocah itu terbuka lebar seperti Ikan tanpa mengerti apa yang sedang dia ucapkan. Lantas menyadari bahwa kertas-kertas contekan ini hanya mendarat di alamat yang salah; mungkin bocah itu berniat ingin memberikannya pada si lugu Kyungsoo, tapi justru Yuri yang kudu meringis kebingungan karena mendapat kertas berisi contekkan.

“Melempar kertas saja payah, bagaimana mau mengerjakan ulangan?” gumam Yuri pada diri sendiri sambil berusaha menahan tawa terkekehnya.

Ah, iya! Siapa nama bocah kerempeng itu?

Yuri berangsur meneliti sedikit coretan yang menghias di ujung kertas; Dari Oh Sehun. Ya, memang dasar bocah kerempeng nakal!

Yuri ― Sehun

Don’t You Dare

* * *

Tanpa sadar hari pertamanya sebagai murid baru akan berakhir. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 dan bel tanda selesainya jam pelajaran baru saja dibunyikan, syukurlah.

Sementara Kwon Yuri nampak melangkah seorang diri, keluar dari kelasnya menuju wilayah parkir sepeda belakang sekolah sembari bersenandung kecil. Gadis itu hendak mengambil sepeda Merah Jambu kesayangan yang akan menjadi alat transportasi menuju ke sekolah tiap harinya.

Suasana memang sangat sepi hingga bunyi langkah kakinya menggema. Namun ternyata, Yuri tak benar-benar sendirian. Kala itu ia melihat seorang lelaki jangkung sedang sibuk mengeluarkan sepedanya yang juga terparkir di sana.

“Halo.” Yuri menyapa girang dari belakang.

“Ah, hei.”

Yang disapa terkejut. Ia menoleh dengan raut setengah pucat. Untuk pertama kalinya, Yuri lebih dulu menyapa seseorang. Dan gadis itu nyaris meledakkan tawa sebab reaksi yang didapatinya justru keterkejutan, layaknya Yuri adalah seorang hantu yang menakutkan bagi lelaki itu saja.

“Baru mau pulang?” tanya lelaki itu mulai berbasa-basi.

“Iya. Sepedaku yang merah jambu itu.” Yuri balas tersenyum seraya menunjuk sebuah sepeda yang dimaksudkan.

Lantas, lelaki itu menoleh ke arah yang sama. Dia baru saja selesai mengambil sepedanya saat mulutnya ikut berucap, “Oh, yang itu? Biar kuambilkan untukmu. Tolong kau pegang sepedaku sebentar,” katanya sambil beranjak.

Awalnya Yuri terkejut, tapi kemudian ia mengangguk dan memegangi sepeda milik lelaki itu yang disodorkan padanya. “Ah, aku merepotkan.”

“Tidak apa.”

Lelaki itu mengeluarkan sepeda milik Yuri dengan perlahan. Hanya butuh beberapa menit untuk menuntaskan pekerjaannya, kini mereka berdiri saling bersisian setelah sebelumnya Yuri sempat menundukkan kepala tanda menghargai.

“Ngomong-ngomong, kau murid baru, ‘kan?” tiba-tiba lelaki itu bertanya.

Keduanya masih dalam posisi yang sama; dengan tangan yang memegangi sepeda dan beradu pandang. Namun entah mengapa Yuri justru membulatkan mata, seolah rentetan kalimat yang diutarakan lelaki itu adalah kejutan di hari ulang tahunnya.

“Iya. Bagaimana kau tahu?”

Mengulas senyum manis, pula lelaki itu tak menyangka bahwa reaksi Yuri yang akan dijumpainya begitu antusias. “Kita sekelas. Salam kenal, ya, namaku Chanyeol.”

“Aku Yuri, seharusnya kau sudah tahu.”

Mereka berdua tertawa bersama.

Lantas menyadari bahwa angkasa semakin gelap serta udara dingin mulai behamburan, Yuri dan Chanyeol saling berpamitan sekaligus menetapkan posisi kaki masing-masing yang telah siap mengayuh sepeda.

“Kalau begitu, aku duluan.”

“Ya, hati-hati di jalan!”

Yuri melambaikan tangannya tinggi-tinggi di udara. Gadis itu tersenyum sumringah memandangi lelaki manis yang baru dia kenal―Chanyeol―mulai menjauh dari hadapannya seiring sepeda Merah Jambu yang dikayuh cepat mengingat ukuran kaki kepunyaannya.

Kemudian terdiam di tempat dengan lengkungan bibir yang tak kunjung pudar. Cukup lama dalam semesta tersebut hingga Yuri selayaknya disadarkan oleh apa yang baru saja dia lihat. Merah jambu?

Bak ditampar kencang, buru-buru gadis itu menilik ke arah sepeda yang dipegangnya. Ia tak mendapati sepedanya! Dan ketika Yuri mulai melotot, jeritan panjang menutup sore hari yang melelahkan itu.

“Yaaaa! Tunggu dulu! Itu sepedaku, Chanyeolie!!”

Yuri ― Chanyeol

Pink Bike

FIN~

Hahahaha.

Halo halo halo. Gimana pesta ff nya? Puas? Kurang banyak? Jelek? Membosankan? Maklumilah, karena aku masih amatiran.

Ini ff Yul-EXO pertamaku. Gak tahu kenapa tapi aku paling naksir sama yang judulnya Men In ‘Black’ karena gak ada foto Kai di dalam poster. Aku lupa nulis nama Kai waktu ngerequest (dan gak berani Redo, sungkan sama artworkernya /plak). Hahahaha #kairapopo :’)
Jadi, sebenarnya ini bukan oneshot. Cerita Yuri dan masing2 cast dari anak EXO itu berupa Drabble, memang nyambung dan berurutan, tapi anggap Drabble aja ya?
Ohiya, gimana kalo ff ini aku buat cerita berchapter? Kelanjutan kisah mereka di sekolah gitu XD